Selain itu, wisata gastronomi juga berpotensi untuk membentuk toleransi karena sifatnya yang sangat cair lintas suku, bangsa, ras, kelompok agama dan gender.
“Setiap daerah memiliki ikon pariwisata yang bisa diangkat yang dapat dilengkapi dengan keberadaan gastronomi yang unik. Hal ini bisa menjadi sebuah ikon branding bagi sebuah destinasi, memberikan soft power bagi diplomasi, toleransi, mempromosikan budaya, identitas dan nilai, pencitraan serta pengamblian keputusan,” tuturnya.
Hanya saja, pengembangan pariwisata berbasis gastronomi masih terkendala. Di antaranya, belum disadari potensi makanan tradisional dan lokal sebagai daya tarik wisata.
Masyarakat, sambungnya, belum paham cara mengemas potensi tersebut sebagai atraksi wisata dan cara membuat produk dengan standar yang baik. Mayoritas juga belum punya jejaring antar stakeholder, belum paham penggunaan bahan baku lokal yang berkelanjutan menjadi kekuatan wisata gastronomi dan teknik pemasaran produk wisata gastronomi yang tepat.
“Belum ada juga pola, rute dan paket wisata gastronomi, belum ada sistem informasi dan digitalisasi yang memudahkan akses bagi wisatawan untuk berkunjung, belum diterapkannya strategi dan model pengembangan wisata gastronomi serta perlunya kolaborasi penelitian bersama pemerintah kota dan provinsi,” sambungnya.
Sementara dalam kondisi pandemi saat ini pengembangan industri pariwisata mengalami kendala. Dampak penurunan kinerja pariwisata terhadap UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman (mamin) mikro mencapai 27 persen. Dampak terhadap usaha kecil mamin sebesar 1,77 persen dan usaha menengah 0,07 persen.
Untuk itu, dibutuhkan inovasi dari produsen dan pengelola jasa pariwisata. Dalam hal ini, pemerintah dapat membantu dengan melakukan berbagi upaya seperti melakukan inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan.
“Sudah saatnya bergerak dari diri sendiri dan bekerjasama dengan seluruh stakeholder secara konsisten melestarikannya. Dengan begitu kita dapat menuai kesejahteraan masyarakat dari aspek ini di nusantara,” tutupnya.
Webinar ini turut menghadirkan Dr. Hendri Adjie Kusworo sebagai penanggap dan Prof. Heddy Shri Ahimsa sebagai moderator. Webinar diikuti oleh 135 orang baik mahasiswa, alumni maupun masyarakat luas