Pariwisata merupakan sektor yang unik karena untuk menjalankan sektor ini diperlukan kerjasama seluruh lapisan masyarakat yang secara sosial memberikan ruang gerak bagi perkembangannya. Hampir tidak mungkin pariwisata tumbuh tanpa keikutsertaan masyarakat secara aktif mempersiapkan destinasi, menjaga keamanan, melayani wisatawan dan mempromosikannya, atau dengan kata lain modal sosial diperlukan bagi pengembangan pariwisata. Hal ini menjadi bahan diskusi dalam Seminar Series Nasional Kepariwisataan #6, diselenggarakan oleh Prodi S2/S3 Kajian Pariwisata, Sekolah Pascasarjana, UGM pada hari Selasa, 12 Januari 2021.
Sebagai pembicara adalah Dr. Bakri, MM, alumni Doctoral program Kajian Pariwisata UGM yang telah melakukan pendampingan dan riset di Desa Wisata Dieng, Jawa Tengah. Dr. Bakri mengutarakan bahwa modal terbentuk karena adanya kesamaan nilai dan tujuan yang hendak dicapai. Sehingga, unsur kepercayaan, jaringan dan norma menjadi penting dalam pembentukan modal sosial. Dengan menggunakan parameter tersebut, Dr. Bakri menganalisis modal sosial di desa wisata Dieng dan menemukan bahwa dengan diberikan kepercayaan dan mandat kepada masyarakat, mereka berhasil mengembangkan Desa Wisata sejak 2009. Masyarakat berhasil mengubah mengubah potensi alam dan budaya menjadi produk wisata seperti paket wisata, 120 homestay, makan khas dan Festival Budaya Dieng. Bahkan masyarakat pengelola homestay mampu mendapatkan penghasilan hingga 4,3 juta rupiah. Hal ini didukung oleh meningkatkan jumlah kunjungan wisata sejak 2011 – 2016.
Prof. Heddy Shri Ahimsaputra sebagai pembahas menambahkan bahwa selain modal sosial, dalam pengembangan pariwisata diperlukan pula modal budaya dan modal ekonomi. Ketiganya harus ada dan berjalan dengan beriringan. Meskipun demikian di banyak destinasi, seringkali ada ketimpangan dan tidak sejalan. Misalnya modal sosial tinggi tetapi modal ekonomi rendah. Prof. Heddy juga menggarisbawahi peran agen external dalam pengembangan pariwisata Dieng yang juga dikonstruksi dari meningkat dan meluasnya jaringan yang dibentuk oleh Desa Wisata.
Pada kesempatan yang sama penggerak desa wisata Dieng juga diundang yaitu Bapak Alif dari Pokdarwis Dieng Pandawa. Bapak Alif mengatakan bahwa meskipun modal sosial dimiliki oleh masyarakat Dieng, mereka berterimakasih adanya support dari pemerintah dan akademisi khususnya pendampingan UGM. Bapak Alif menambahkan bahwa dalam kondisi pandemi Covid-19 Dieng tetap ada pengunjung, bahkan ada waktu dimana pengunjung tetap tinggi. Namun demikian, ada hari hari sepi. Bagi masyarakat hari hari sepi mereka manfaatkan untuk beristirahat dan merefleksikan ulang dengan melakukan penataan penataan yang diperlukan. Artinya, baik Dieng sepi maupun ramai masyarakat mengambil hikmah.
Diskusi berlangsung cukup dinamis dengan dimoderatori Ibu Dr.rer.pol Dyah Widyastuti. Seminar diikuti oleh sekitar 155 peserta.