Pariwisata di Indonesia dinilai kurang mengakar pada nilai-nilai kearifan lokal. Pembangunan pariwisata terkesan masih berupaya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut sering menimbulkan dampak negatif dan berpotensi menjadikan pariwisata tidak berkelanjutan.
Demikian bahasan diskusi yang mengemuka dalam Seminar Series Nasional Kepariwisataan ke #8 yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana, Prodi Kajian Pariwisata, Universitas Gadjah Mada pada Senin malam, (9/2). Seminar ini menghadirkan pembicara Dr. Awaludin Nugraha, M.Hum, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjajaran yang juga merupakan alumni program Doktor Kajian Pariwisata UGM.
Awaludin mengatakan penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan sebenarnya telah diamanatkan dalam Undang-undang No 10 tahun 2009. Oleh sebab itu, penyelenggaraan pariwisata berkelanjutan seyogianya memperhatikan nilai-nilai budaya lokal, terutama kearifan lokal yang tumbuh dan melembaga dalam masyarakatnya. Sementara budaya lokal cenderung hanya menjadi komoditas.
Melakukan riset di Kampung Naga, Jawa Barat, Awaludin melihat bahwa kawasan ini telah menjadi destinasi wisata yang populer. Kendati begitu, masyarakatnya tetap menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
Kampung Naga telah ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara sejak tahun 1970-an.
Kampung Naga menawarkan lima tipe wisata di dalamnya yaitu wisata budaya sebagai tujuan utama, wisata budaya kebetulan, wisata budaya jalan-jalan, wisata budaya santai, dan wisata budaya insidental.
“Masyarakat adalah tamu dan kerabat jauh yang sedang bersilaturahmi kepada leluhur sehingga tamu yang datang ke Kampung Naga sangat dihormati dan dilayani dengan baik tanpa meminta imbalan uang masuk (entrance fee) seperti desa wisata yang sudah dikelola secara komersial,” paparnya.
Sementara pemerhati parwisata dari UGM, Dr. Pande Made Kutanegara, M.Si., menegaskan perlunya memahami kearifan lokal masyarakat dan mengintegrasikannya di dalam pengembangan masyarakat. Sebab, masyarakat bukan objek pembangunan, tetapi subjek pembangunan.
Ia menambahkan kearifan lokal juga berfungsi untuk menjaga keberlanjutan sebuah kelompok masyarakat, antara lain dengan melakukan konservasi dan pelestarian sumber daya alam, umat manusia, ilmu pengetahuan, budaya dan tradisi, etika dan moral masyarakat, serta menciptakan hubungan harmonis antara manusia dengan manusia maupun dengan alam sekitarnya.